INSECURITY #3 - How I Cure Myself


Sedih.
Benci.
Kemudian menyangkal terhadap emosi yang kurasakan.

Aku tidak tahu bahwa ternyata kesedihan-kesedihan yang kutolak bisa berteriak minta diperhatikan. Ibarat luka, aku selalu berusaha menutupi dan menyembunyikannya. Tanpa peduli bahwa semakin hari, ternyata luka itu semakin lebar dan bernanah.

Aku tidak ingat betul peristiwa apa yang menjadi titik balikku.
Namun akan aku coba untuk meruntut dan menganalisa beberapa kejadian yang mungkin berpengaruh dalam proses pemulihan lukaku.

---

Tahun 2013,
aku mengalami kegagalan pertamaku. Bukan karena alasan fisik, melainkan karena kemampuanku. Sebut saja kegagalan itu sebagai SBMPTN. Awalnya kupikir itu adalah kegagalan pertamaku, namun ternyata aku hanya tidak pernah cukup nyali saja untuk mengambil risiko kegagalan sebelumnya. Hingga akhirnya, sekarang aku dipaksa gagal.

Aku sedih karena gagal. Namun aku tidak marah.
((Berbeda dengan sebelumnya)) Aku sadar aku sedih, dan aku tidak pernah menutupi kesedihanku. Aku memang jarang menampakkan kesedihanku di depan orang lain, namun aku tidak pernah berpura-pura tidak sedih pada diriku sendiri. Aku tidak lagi menahan air mataku. Aku menangis, bahkan merengek kepada diriku sendiri.

Tahun itu, akhirnya aku memutuskan untuk mengambil gap-year. Sepanjang tahun itu pula aku merasa hopeless dan putus asa.  Aku takut tidak punya masa depan, aku takut akan berakhir sebagai orang yang menyedihkan. Setiap hari sepanjang tahun, aku tidak pernah absen dari sedih, menangis, dan meratap. Namun justru di titik itulah, aku mulai berdamai dengan rasa sedihku, bahkan kami bersahabat. Aku menangis dengannya, belajar memeluknya erat, saling membantu memperbaiki kepingan-kepingan yang setiap hari patah dan hilang.
Aku bangkit bersamanya. Kami menjadi kuat bersama-sama.

Di lain sisi, aku menjadi sadar bahwa selamanya aku hanya akan hidup bersama diriku. Aku tidak akan pernah bisa bergantung dan mengandalkan orang lain, selain aku. Aku menjadi sadar, bahwa ketakutanku (selama ini) terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ketakutan akan tidak ada kemungkinan lain yang bisa terjadi. Bahwa mimpi yang gagal diwujudkan, itu jauh lebih baik dibandingkan dengan kegagalan dalam bermimpi.
Ya, aku tidak pernah melihat fakta itu sebelumnya.

Ketakutanku, insecurity-ku, ketidakpercayaan diriku, aku mulai menyingkirkannya. Mereka menghalangiku untuk melakukan banyak hal, untuk mendapatkan banyak hal, (dan) untuk gagal mendapatkan banyak hal.
Selama ini yang kulakukan hanyaa.. "tidak melakukan apa-apa", "menghindar", menutup segala kemungkinan yang bisa terjadi.

Aku tidak mau kalah lagi dengan mereka.
Bersamaan dengan munculnya harapan baru di tahun 2014, aku mulai memperoleh kembali keberanian dan kepercayaan diriku. Aku menjadi haus melakukan banyak hal.

"Twenty years from now, you will be more disappointed by the things that you didin't do than by the one you did." -Quote dari Mark Twain ini terus terngiang sejak 7 tahun yang lalu. Ini sangat relate dengan keadaanku saat itu, dan masih kugunakan sebagai pengingat hingga hari ini.
(P.S. Kebetulan quote ini kuperoleh dari tweet salah seorang mentor onlineku, @glennardi).

---

Pasca 2014, aku memperoleh keberanian dan kepercayaan diriku, serta bisa lebih mengabaikan rasa insecurity-ku. Namun, aku tidak pernah benar-benar mengobati luka lamaku. Dia masih ada, menganga, dan tersembunyi. Hingga aku sendiri lupa, bahkan tidak pernah mengetahui bahwa ternyata dia ada.

Tahun 2018,
Aku menemukan akun-akun sosial media yang membagikan konten-konten mengenai psikologis dan kesehatan mental. Dr. Jiemi Ardian SpKJ adalah salah satunya. Beliau adalah seorang psikiater muda dan baru dalam dunia perkontenan saat itu. Berikut adalah beberapa quote yang aku ambil dari postingan twitter Dr. Jiemi Ardian SpKJ, tahun 2018.

"Kadang kadang kita menggunakan pikiran bukan untuk memahami realita, melainkan untuk menyembunyikan realita. Kita sibuk menyembunyikan rasa sakit. Padahal kita tau kita perlu memahami rasa sakit dan menyembuhkannya, bukan menyembunyikannya.

Tertawalah karena bahagia, dan menangislah karena bersedih. Jangan tertawa karena pura pura bahagia padahal lagi sedih.

Kesedihan dan kesenangan itu dua sisi mata uang. Berusaha mati matian mengusir sedih dan memeluk senang adalah awal dari penderitaan, karna hal ini tidak mungkin terjadi. Saat sedih, ya sedihlah. Ijinkan diri untuk sedih dan ijinkan pula untuk bangkit kembali

Sedih itu menyakitkan, oleh karena itu bagi beberapa orang, dalam nirsadar mereka memilih untuk menutupi kesedihan ini dengan tertawa. Tapi kesedihan tidak juga kunjung pergi Kesedihan masih ada disana, dia sedih karena kita abai dengannya

Kesedihan bukanlah kelemahan. Ketakutan bukanlah ancaman. Kemarahan bukanlah lawan. Perasaan tidak menentukan siapa kita. Apa sikap kita terhadap perasaan itulah yang menentukan siapa kita."


Konten-konten dari beliau menyadarkanku bahwa aku telah salah menilai sebuah kesedihan. Aku selalu menganggap bahwa kesedihan adalah simbol kelemahan. Bahwa untuk menjadi seorang yang kuat dan tangguh, aku tidak boleh bersedih, ataupun menangis. Ternyata, keyakinanku itu hanya mendekatkan diriku pada jiwa heartless, berhati dingin dan tidak punya empati. Yang kulakukan hanya menepis rasa sedihku, tanpa menanyakan apa yang terjadi padanya.
Dilansir konten Dr. Jiemi yang lain, bahwa selama ini banyak yang meyakini bahwasanya senang, bahagia itu adalah emosi positif, sedangkan sedih, kecewa, marah itu adalah emosi negatif. Padahal bukan begitu. Semua emosi yang disebutkan tadi adalah emosi positif dalam kadar yang wajar, namun bisa berubah menjadi emosi negatif jika sudah melebihi kewajaran. Misal marah berlebihan, sedih keterusan, hingga bahagia yang terlalu pun menjadi hal negatif.

---

Tahun 2019,
Aku membuat resolusi untuk lebih mencintai diriku sendiri. Aku telah hidup lebih dari 20 tahun bersama diriku, namun tidak pernah bisa mendeskripsikan diriku sendiri dengan baik. Aku tidak pernah memberinya apresiasi maupun empatiku. Aku terlalu mengabaikannya. Jadi, aku ingin lebih mengenalnya, aku ingin lebih menyayanginya.
Aku mulai dengan melihat diriku apa adanya, secara fisik. Bagaimana rambutku, wajahku, tubuhku, Aku mulai menerima tubuhku yang kecil, pendek, kulitku yang coklat, rambutku yang bergelombang, semuanya. Aku menerima dan menyayangi fisikku apa adanya. Aku pun mulai menggali karakterku, kepribadianku, melakukan penerimaan-penerimaan terhadap kekurangan dan kelebihanku. Aku menjadi lebih care dengan perasaanku, terutama rasa sedihku. Berusaha memeluk setiap kesedihan yang menghampiriku, kemudian secara perlahan membiarkannya pergi dengan hati lapang.

Tahun 2019 merupakan tahun pertamaku menyandang gelar sarjana. Pun artinya merupakan masa-masa transisiku sebagai mahasiswa dan pekerja. Galooo tentus saja! Hahaa
Pada suatu hari (aku tidak ingat kapan), aku menemukan diriku menulis mengenai "alasan kenapa aku harus sukses". Daan.. Surprisingly, aku menulis bahwa salah satu alasan aku sukses adalah untuk memberikan pembuktian kepada beberapa orang, salah satunya adalah orang tua temanku (yang sekarang bahkan kami sudah sangat jarang bertemu).
Entah, kejadian apa yang melatarbelakangi, hingga aku bisa mempunyai dendam selama itu kepada beliau. Aku heran. Ini bukan sesuatu yang benar untuk dilakukan. Aku meyakinkan diriku sendiri untuk membuang semua rasa dendam dan benci kepada siapapun.
Ini salah satu note-ku tahun 2019, awal dendamku terungkap

Tahun 2019, aku berhasil melakukan resolusi kecil untuk diriku. Mencintai dan mengenal diriku sendiri, lebih dari yang kulakukan kepada orang lain, dan lebih dari yang orang lain lakukan padaku.

Namun nyatanya pada bulan Februari 2020 pun aku baru menemukan kembali luka lamaku (yang sudah aku ceritakan di postingan sebelumnya). Semua berawal karena aku memutuskan untuk menulis insecurity-ku. Banyak fakta dan luka yang aku temukan selama proses penulisan. Dengan menulis, aku belajar melihat diriku lebih dekat, menelisik masa laluku lebih dalam, dan menganalisa sebab-akibatnya dengan lebih tepat.
Ya, tulisan ini adalah salah satu usahaku untuk menemukan luka-luka yang bersembunyi sangat lama dalam diriku. Memposting tulisan ini adalah salah satu usahaku untuk berdamai dengan semua sedih, luka, dan benci yang pernah kumiliki.

Jika ada di antara kalian yang punya luka yang belum disembuhkan, mungkin kalian bisa coba menulisnya. Ambil waktu berdua saja dengan dirimu, dan berbincanglah dari hati ke hati. Jika cara ini terasa sulit dan tidak mampu dilakukan, berbincanglah kepada seseorang yang tepat, atau mintalah pertolongan pada tenaga profesional.


Wish you be happy and be healthy :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membebaskan Luka (Lama)

A Love Journey

Mengupas Insecurity